Gn.Kendeng Berbasis Kearifan Lokal Melalui Makna Simbolis Ekologi Lingkungan Berkelanjutan
5 Views
PATI, NEWSMETRO.CO – Kearifan lokal merupakan bagian dari budaya suatu masyarakat yang tidak dapat dipisahkan dari bahasa masyarakat itu sendiri. Kearifan lokal biasanya diwariskan secara turun temurun dari satu generasi ke generasi melalui cerita dari mulut ke mulut. Kearifan lokal sebagai suatu pengetahuan yang ditemukan oleh masyarakat lokal tertentu melalui kumpulan pengalaman dalam mencoba dan diintegrasikan dengan pemahaman dan keyakinan terhadap budaya dan keadaan alam suatu tempat.
Pengertiannya secara konseptual, kearifan lokal dan keunggulan lokal merupakan kebijaksanaan manusia yang bersandar pada filosofi nilai-nilai, etika, cara-cara, dan perilaku yang melembaga secara tradisional. Kearifan lokal merupakan unsur bagian dari tradisi-budaya masyarakat, yang muncul menjadi bagian-bagian yang ditempatkan pada tatanan fisik dan kawasan dalam geografi kenusantaraan sebuah bangsa. Dari penjelasan yang dapat dilihat bahwa kearifan lokal merupakan langkah penerapan dari tradisi yang diterjemahkan dalam artefak fisik.
Hal terpenting dari kearifan lokal adalah proses sebelum implementasi tradisi pada artefak fisik, yaitu nilai-nilai dari alam untuk mengajak dan mengajarkan tentang bagaimana ‘membaca’ potensi alam dan menuliskannya kembali sebagai tradisi yang diterima secara universal oleh masyarakat, khususnya dalam berarsitektur. Nilai tradisi untuk menselaraskan kehidupan manusia dengan cara menghargai, memelihara dan melestarikan alam lingkungan. Hal ini dapat dilihat bahwa semakin adanya penyempurnaan arti dan saling mendukung, yang intinya adalah memahami bakat dan potensi alam tempatnya hidup dan diwujudkannya sebagai tradisi.
Selain itu, selama berabad-abad (Gn.Kendeng) dalam segi pandanng masyarakat memiliki latar belakang yang kuat ditambah budaya vertikal yang kental, yang tidak pernah luntur walaupun banyak incaran dari investor merubah hijaunya lingkungan untuk di sulap menjadi ruang industri. Sehingga untuk tahap awalnya, melalui pendekatan ini akan lebih sesuai dibandingkan dengan sosialiasi melalui sudut pandang ekologi. Bahkan sebagian masyakarat sendiri belum tentu sadar dan mengerti apa itu ekologi dan seberapa besar manfaat keberlanjutan ekologi bagi kehidupan manusia. Pada saatnya nanti, ketika masyarakat sudah terbudaya secara aktif menghijaukan lingkungannya berdasarkan konsep atau filosofi simbolisme tanaman dan budaya cagar alamnya akan merasakan manfaatnya secara ekologi. Maka dengan sendirinya mereka akan sadar tentang seberapa pentingnya peran ekologi untuk kelangsungan kehidupan manusia.
Ruang-ruang yang didesain menggunakan konsep asli warisan nenek moyang, berdasarkan aspek dan falsafah hidup serta kearifan lokal yang berupa konsep makna-makna simbolis cagar budaya dan lingkungan kiranya akan lebih sesuai mengingat juga adanya latar belakang yang kuat selama berabad-abad. Jadikanlah ruang-ruang publik sebagai guru yang efektif untuk mengajari masyarakat membangun ruang-ruang mikro di sekelilingnya agar bernilai ekologi demi kelangsungan kualitas lingkungan hidup yang sehat.
Kontribusi dalam bidang arsitektur dalam metode visual skill atau melihat dari fenomena nyata ,adalah mampu membangun budaya arsitektur di tanah air supaya lebih peduli dan adil terhadap masyarakat manusia dan alam. Konsepsi sementara kearifan lokal adalah proses menemu-kenali potensi dan sifat-sifat alam untuk keberlanjutan tradisi manusia khususnya dalam berarsitektur. Melalui dengan pendekatan antropologis, membaca fenomenalah sebagai alat pengungkap kearifan lokal.
Salah satu dengan penelusuran yang dirilis News Metro baru tahu jika Pegunungan Karst Kendeng Pati Jawa Tengah kaya akan fauna langka. Bahkan, Kawasan tersebut menjadi lintasan tempat istirahat para leluhur yang bersemayam dan jumlahnya menakjubkan. Dan di kawasan tersebut terdapat beragam fauna yang selayaknya dilindungi, harapanya temuan yang disuguhkan dalam berita ini dapat menggugah masyarakat, pemerintah, dan stakeholder terkait dalam membuat keputusan. Kawasan tersebut patut dijaga untuk keberlangsungan hidup manusia,”harap masyarakat.
Seperti halnya sebuah rilisan situs cagar budaya yang terlintas di kawasan Gn.Kendeng menjadi simbol kearifan lokal yang harus di hormati, diantaranya adalah :
1. Makam Sunan Prawoto, yang terletak di Desa Prawoto, Kecamatan Sukolilo, Kabupaten Pati. Sunan Prawoto adalah raja keempat Kasultanan Demak yang memerintah tahun 1546-1549. Nama aslinya ialah Raden Bagus Mukmin. Ia lebih cenderung sebagai seorang ahli agama dari pada ahli politik. Kabupaten Pati seperti ”terlupakan” setiap kali masyarakat muslim melakukan rangkaian wisata spiritual ke makam-makam Walisongo yang ada di Demak, Kudus, dan Tuban. Padahal, di kabupaten ini banyak terdapat makam waliyullah yang mempunyai keterkaitan erat dengan Walisongo. Selain itu, banyak pula objek wisata spiritual yang tidak terkait dengan Walisongo, tetapi sangat potensial untuk dikembangkan.
2. Prabu Anglingdarma, adalah nama seorang tokoh legenda dalam tradisi Jawa, yang dianggap sebagai titisan Batara Wisnu. Salah satu keistimewaan tokoh ini adalah kemampuannya untuk mengetahui bahasa segala jenis binatang. Selain itu, ia juga disebut sebagai keturunan Arjuna, seorang tokoh utama dalam kisah Mahabharata . Prabu Anglingdarma konon merupakan keturunan ketujuh dari Arjuna, seorang tokoh utama dalam kisah Mahabharata. Hal ini dapat dimaklumi karena menurut tradisi Jawa, kisah Mahabharata dianggap benar-benar terjadi di Pulau Jawa. Petilasan Prabu Anglingdarma tersebut terletak di Desa Mlawat, Kecamatan Sukolilo Pati.
3. Ki Ageng Giring adalah terkenal sebagai seorang petani pertapa sekaligus penyadab nira kelapa yang hidup di tengah pegunungan selatan. Di masa pemerintahan Kerajaan Pajang Ki Ageng Giring adalah sahabat dari Ki Ageng Pemanahan. Menurut Ngabehi Surakso Fajarudin yang menjabat juru kunci makam Giring, disebutkan bahwa Ki Ageng Giring adalah salah seorang keturunan Brawijaya IV dari Retna Mundri, yang hidup pada abad XVI. Dari perkawinannya dengan Nyi Talang Warih melahirkan dua orang anak, yaitu Rara Lembayung dan Ki Ageng Wanakusuma yang nantinya menjadi Ki Ageng Giring IV. Petilasan Ki Ageng Giring tersebut terletak di Desa Sumbersoko, Kecamatan Sukolilo. Jarak dari kota Pati kira-kira 20 Km kearah selatan menuju Kabupaten Grobogan.
4. Makam Nyai Ageng Ngerangterletak di lereng Pegunungan Kendeng desa Ngerang Kecamatan Tambakromo, Kabupaten Pati. Nyai Ageng Ngerang adalah anak kelima Sunan Kalijogo dari pernikahannya dengan Dewi Sarokah anak dari Sunan Gunung Jati. Jarak dari kota Pati kira-kira 22 Km kearah selatan menuju Kabupaten Grobogan. Setiap hari tempat ini ramai pengunjung. Setelah bertapa Raden Said pindah ke Cirebon. Disitu beliau bertapa lagi di pinggir kali, bernama Kalijaga. Dari sinilah sejarahnya kenapa beliau bergelar “Sunan Kalijaga”. Lama kelamaan kemudian beliau diambil ipar oleh Sunan Gunung Jati.
5. Makam Ki Ageng Dharmoyoso Berganjing (Mbah Hyang Dharmoyoso Surgi Breganjing) atau Empu Breganjing merupakan cikal bakal Desa Cengkalsewu. Empu Dharmoyoso mendapatkan hadiah tanah seribu jengkal dari Kerajaan Mataram yang akhirnya terkenal dengan sebutan Desa Cengkalsewu. Makam Ki Ageng Dharmoyoso berada di Dukuh Dermoyo Desa Cengkalsewu Kecamatan Sukolilo Kab. Pati sekitar 5 Km dari Makam Ki Ageng Dharmoyono Surgi ke arah barat. Adapun Makam Mbah Hyang Dharmoyoso hingga sekarang masih banyak dikunjungi para peziarah baik para Habaib, Ulama, Kyai, Santri, Para Pejabat dan Masyarakat umum dari wilayah Kab Pati, Kudus, Jepara, Grobogan bahkan sampai ada yang datang dari Pulau Kalimantan, Sumatra, dll.
6. Syeh Jangkung atau bernama asli Saridin adalah tokoh fenomenal yang menjadi sejarah legendaris warga Pati dari zaman ke zaman lintas generasi. Hidup pada era Walisongo sekitar abad 15, Saridin yang bergelar Syeh Jangkung mengisi kisah Nusantara yang mengajarkan generasi penerus bangsa akan sebuah kejujuran, keluguan, dan kesaktian yang semestinya digunakan untuk kebaikan, bukan untuk kejahatan. Untuk itu, wisata sejarah di Makam Syeh Jangkung Pati menjadi destinasi wisata Pati yang ditunggu-tunggu.Makam Saridin berada di bawah pengelolaan Yayasan Syeh Jangkung, tepatnya di Desa Landoh, Kecamatan Kayen, Kabupaten Pati, Jawa Tengah,
7. Sunan Geseng (Ki Cokrojoyo) adalah murid Sunan Kalijogo. Pada saat itu Sunan Kalijogo syiar agama Islam di suatu daerah, beliau bertemu dengan seorang hamba Allah yang bernama Ki Cokrojoyo, akhirnya diajarkan Kalimat Dzikir yang dilantunkan dengan pujian. Setelah satu tahun Kanjeng Sunan Kalijogo teringat akan kondisi muridnya yang disuruh bertapa lalu dicarinya dalam pencarian tempat yang digunakan bertapa telah menjadi hutan alang-alang yang akhirnya dibakar oleh Kanjeng Sunan Kalijogo. setelah habis alang-alangnya barulah tampak Ki Cokrojoyo masih dalam kondisi bertapa dan gosong, karena terbakarnya dengan ilalang dan pada saat itu dibangunkannya Ki Cokrojoyo dengan ucapan salam Kanjeng Sunan Kalijogo yang akhirnya terbangun dan langsung sungkem ( sujud ) terhadap Gurunya. Makam Sunan Geseng berada di banyak tempat karena masyarakat di sekitar makam meyakini bahwa makam di tempat mereka merupakan makam Sunan Geseng. Beberapa tempat yang menjadi lokasi makam Sunan Geseng antara lain, Tuban, Kediri, Purworejo, dan lain-lain. Makam Sunan Geseng yang berada di Kabupaten Pati terletak di wilayah Pegunungan Kendeng Utara, tepatnya di dkh. Curug desa Kedumulyo Kecamatan Sukolilo. .
8. Ki Ageng Dharmoyono (Ki Gede Miyono) ini merupakan seorang Waliyulloh yang punya kelebihan ilmu dan kepandaian, pendiam, kaya dan dermawan. Makam Ki Ageng Dharmoyono (Ki Gede Miyono) di Dukuh Mbulloh Desa Kayen. Dalam syiarnya, Ki Ageng Dharmoyono Surgi di bantu oleh ketiga adik kandung yakni: Ki Ageng Dharmoyoso Breganjing, Nyai Sumbro, dan Joko Suro (Empu Suro). Ketiganya merupakan ahli dalam pembuatan pusaka atau gaman, mereka benar-benar mewarisi keahlian pembuatan keris (pusaka) dari Ayahnya Empu Supo dan juga kakeknya Empu Supo Mbungkul. Membuat pusaka (keris) dengan cara dipijit-pijit dengan jari dan dijilati dengan lidah.
9. Gua Wareh adalah obyek wisata berupa goa di Desa Kedumulyo, Kecamatan Sukolilo, Kabupaten Pati. Tempat wisata ini menyimpan sejarah, asal usul, mitos, misteri dan legenda yang berkembang di masyarakat setempat.Goa Wareh merupakan satu di antara pesona dan keindahan pegunungan Kendeng yang membentang di sepanjang Pati wilayah selatan.
10. Gua pancur adalah merupakan pesona wisata di desa Jimbaran Kec.Kayen, Pati yang menyimpan sejuta daya tarik tersendiri bagi wisatawan. Meski kondisinya sekarang ini tidak terawat, tetapi guo pancur bisa menjadi salah satu destinasi objek wisata di Pati yang paling menyenangkan.
11. Watu Payung adalah tempat pertapaan para ahli spiritual yang merupakan tempat pusat peradaban para leluhur sebagai simbol kekuatan untuk melindungi kawasan Gn.Kendeng. Disamping pesona alamnya yang indah, Watu Payung juga banyak dikunjungi oleh masyarakat dari berbagai penjuru untuk ngalap berkah. Watu Payung terletak di desa Gadudero Kecamatan Sukolilo bumi perkemahan di kawasan karts hutan lindung.
Saat mendengar kata pegunungan kapur, kart, kebanyakan orang akan terlintas bayangan kering, gersang, miskin. Sejatinya, kawasan karst yang alami menyimpan kekayaan hayati dan ekologi. Pegunungan kapur atau karst, tidak seharusnya dipandang sebagai ladang kapital semata. “Beragam flora fauna yang selama ini diabaikan, menunjukkan bukti adanya kekayaan tak ternilai. Sekali lagi, bukan makna uang semata, namun kehidupan sejati yang lestari,” tegas masyarakat.
Sementara itu gejolak di Kawasan Pegunungan Kendeng Utara melahirkan satu terminologi yang mengganggu. Melalui sajian menguak peradaban pegunungan terungkap, pihaknya ingin membangun kesadaran bersama kawasan Kendeng milik bersama, bukan dalam rangka menguasai namun menjaga keberlangsungan kehidupan.
Konsepsi makna kearifan lokal tersebut merupakan kondisi ideal untuk harapan kehidupan yang lebih baik. Namun dari perspektif lain, ada yang sedikit mengaburkannya. Dalam kehidupan saat ini, manusia telah merasa bahwa dirinya modern sehingga kebanyakan menganggap tradisi adalah primitif dan tidak perlu dipakai. Akibatnya terdapat rantai yang terputus antara alam tradisi artefak fisik. Kearifan lokal mengalami distorsi makna.
Perubahan tersebut diperparah jika seseorang menggunakan pendekatan ekonomi (materi) yang umumnya berpikir cepat dan hubungannya dengan fisik. Kasusnya seperti seseorang mendirikan rumah, maka dia akan merancang sesuai dengan kebutuhan (fungsional dan efektif) dengan mengeluarkan modal sekecil-kecilnya untuk mendapatkan hasil maksimal termasuk kepuasan terhadap gaya saat ini. Terkadang pula tidak menyediakan fungsi sosial terhadap tetangga. Hal ini benar-benar mengebiri nilai kosmologis dari tradisi, dan menghilangkan identitas setempat.
Pegunungan Kendeng Utara seakan tak pernah berhenti mengundang decak kagum banyak orang. Makam Gedong, Pertapaan Watu Payung, Makam Syeh Jangkung merupakan beberapa situs yang menjadi episentrum ketertarikan orang dari banyak tempat untuk mendatangi daerah ini. Legenda-legenda zaman pewayangan, seperti makam semar dan pertapaan Dewi Kunti di Watu Payung, berkait singgung dengan cerita-cerita para wali seperti Syeh Jangkung dan Sunan Geseng yang juga tertanam kuat di benak orang-orang Pati Selatan. Ternyata bukan warga yang ingin “ngalap berkah” dengan bertapa saja yang tertarik untuk datang tetapi juga investor besar seperti beberapa pabrik semen juga ingin “ngalap berkah” Pegunungan Kendeng Utara dengan rencana eksploitasi besarnya. Tulisan ini ingin mengajak pembaca untuk memaknai lebih jauh keberadaan pegunungan kapur yang terletak di perbatasan Kabupaten Pati dengan beberapa kabupaten seperti Blora, Grobogan dan Kudus ini.
Berawal dari hasil peninjauan yang dilakukan oleh tim News Metro,” di Dusun Miyono (Mbuloh), Desa Kayen, Kecamatan Kayen, Kabupaten Pati Jawa Tengah; berhasil mengidentifikasikan beberapa temuan Benda Cagar Budaya. Di antaranya struktur bata yang masih intact, arca, serta beberapa artefak dari logam dan keramik. Kedatangan tim ke makam Ki Gede Miyono Desa Kayen mengenai tindak lanjut keberadaan Situs Kayen. Pegunungan Kendeng di Selatannya, kondisi lingkungan situs Kayen cukup subur dengan didukung keberadaan Sungai Sombron yang berhulu di Pegunungan Kendeng dan bermuara di Sungai Tanjang.
Pada zaman ini terdapat dua Pegunungan Kendheng Selatan yang disebut Pegunungan Kendheng Tua dan Pegunungan Kendheng Utara yang disebut dengan sebutan Nusa Kendheng. Pegunungan Kendheng Selatan merupakan rangkaian dari Pegunungan Kabuh di Kabupaten Jombang dan membujur ke barat hingga Pegunungan Masaran Kabupaten Sragen. Pegunungan Kendheng Selatan dulu berasal dari Pegunungan Watujago yang terbelah akibat gempa besar yang disertai meletusnya Gunung Lawu pada 9.000 tahun yang lalu.
Kesimpulan kearifan lokal dalam pengertian sebelumnya selalu mengalami penyempurnaan, karena bagian dari sebuah tradisi budaya maka bersifat dinamis, oleh karena itu setiap individu dapat memaknai kembali. Kearifan lokal merupakan sebuah proses menemu-kenali potensi dan sifat-sifat alam untuk keberlanjutan tradisi manusia khususnya dalam berarsitektur. Dari konsepsi itu dapat diketahui adanya hubungan timbal balik antara alam-manusia-tradisi. Dalam peranan kehidupan modern, tradisi dianggap primitif sehingga menyebabkan distorsi makna kearifan lokal. Maka dibutuhkan seseorang yang mampu menyeimbangkan antara kebutuhan dan penghargaan terhadap alam. Seseorang yang kebetulan arsitek, harus mampu melancarkan poltik budaya agar tidak kehilangan identitas setempat. (tim news metro/pati)
BACA JUGA IPSI Tangsel Gelar KEJURCAB Antar Pelajar